28 Mei 2008

Pendidikan Harus Berkarakter


PENDIDIKAN kita telah gagal melahirkan manusia. Sekolah memperlakukan peserta didik semata sebagai hard-disk yang siap dimasuki informasi apa saja, tetapi tanpa program untuk mengolahnya. Setiap hari mereka hanya belajar menyimpan informasi ke dalam otak, dan mengingat kembali saat ulangan. Sementara pendidikan agama nyaris tidak ada. Yang disebut sebagai pendididkan agama sebenarnya adalah pelajaran menghafal dengan materi agama, dan dalam partisi otak diberi nama pendidikan atau pelajaran agama. Ini berakibat sangat fatal terhadap perkembangan relegiusitas - lebih khusus lagi spiritualitas - peserta anak didik. Gara-gara penamaan pelajaran menghafal sebagai pendididkan agama, peserta didik mengalami dereligiusitas dan despiritualitas yang menyedihkan.

Model pendididkan yang mereduksi agama menjadi hanya seperti pelajaran bahasa indonesia, IPA atau bahkan lebih rendah dari itu, membuat potensi ruhiyah peserta didik tumpul dan mati. Bertambahnya jam pelajaran agama tidak menambah kekuatan ruhiyah mereka. Sebaliknya justru bisa rentan masalah. Mereka kehilangan kepercayaan pada agama, meskipun mereka tetap beragama. Hari ini, itulah yang sedang terjadi. Anak-anak kita banyak yang mengalami disorientasi hidup.

Reduksi agama tidak boleh diteruskan! Kekuatan ruhiyah peserta didik harus ditumbukan dan dikokohkan, sehingga menjadi penggerak hidup yang sempurna. Agama membangkitkan ideal-ideal, menyucikan maksud, meguatkan tekad untuk bergerak ke arah yang lebih baik, dan memberi makna atas setiap tindakan yang dikerjakannya.

Saya teringat dengan Lorraine Monroe, ketika ia harus menangani SMU dengan latar belakang siswa yang sebagian berantakan, broken home dan hidup dengan logika kekerasan ada dua hal yang ia garap. Pertama membangkitkan high level of expectation (tingkat harapan yang tinggi). Mereka dimotivasi untuk memiliki target-target, tujuan dan cita-cita yang besar. Kedua , meletakkan landasan berupa keyakinan (belief) yang kuat sebagai penggerak untuk melakukan dan mencapai yang terbaik (the spirit of exellence).

Proses untuk membangkitkan kekuatan ruhiyah berupa keyakinan yang kuat kepada Allah, serta kesadaran akan kasih sayang dan kekuasaan Allah harus mencakup semua aspek. Pendidikan dirancang untuk secara seimbang memberi sentuhan yang menggerakkan aspek kognitif, afektif, konatif, psikomotorik, dan spiritual anak. Tidak bisa dipisah – pisahkan. Pendidikan yang hanya menyentuh salah satu aspek saja, akan lemah dan rapuh. Boleh jadi tampaknya kuat, tetapi tidak memiliki landasan psikis yang kuat.

Ambillah contoh sederhana!!! Pembiasaan sholat pada anak jika hanya berhenti sebagai pembiasaan, akan mudah runtuh ketika anak mulai menemukan pemahaman yang berbeda dari apa yang dijalani. Pemahaman merupakan aspek kognitif. Hari ini kita melihat bagaimana anak-anak yang sedari kecil dibiasakan dengan aktifitas relegius, berubah secara drastis begitu mereka bersentuhan dengan komunitas yang berbeda atau wacana yang berbeda.

Hari ini kita juga melihat bagaimana anak-anak yang hanya diaktifkan kemampuan kognitif terendahnya berupa menghafal, bobrok rasa percaya dirinya. Mereka menyerap materi agama, tetapi tanpa rasa, tanpa penghayatan. Akibatnya, pengetahuan mereka banyak, tetapi hampir-hampir tak ada yang diingat ketika mereka menghadapi masalah. Seakan-akan mereka belum pernah bersentuhan sama sekali dengan apa yang tersimpan dalam ingatan mereka. Sebabnya, proses pendidikan yang salah. Perlakuan pendididkan yang mereka terima hanya menyentuh kemampuan terendah kognitif mereka.

Upaya-upaya untuk memberi perlakuan pendidikan yang secara terencana mengaktikan aspek kognitif, afektif, konatif, psikomotorik dan spiritual ini perlu kita mulai saat ini. Proses mematangkan arah pendidikan harus kita pikirkan bersama-sama sedari sekarang, sehingga cita-cita tentang pendidikan islam terpadu tidak hanya berupa bayang-bayang !

Sumber :
Mohammad Fauzil Adhim
Membuka Jalan Ke Surga (Menyempurnakan Nikmat Menuju Hidup Penuh Rahmat)_hal 179
Pustaka Inti, Oktober 2004

(diambil dari blog imam sardjono - makasih pak imam)

Tidak ada komentar: