12 Mei 2009

KARAKTERISTIK BELAJAR

Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika sang individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik cara belajar dirinya maka akan cepat ia menjadi “pintar” sehingga kursus-kursus atau pun les private secara intensif mungkin tidak diperlukan lagi.

Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar seperti disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki (2001), adalah sebagai berikut.


1. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual
Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik tandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
• Rapi dan teratur
• dengan cepat mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik, teliti dan rinci
• mementingkan penampilan
• lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual
• memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik
• biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar
• sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis)
• merupakan pembaca yang cepat dan tekun lebih suka membaca daripada dibacakan
• dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada
• membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan
• jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti
• selama berbicara lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
• sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat “ya” atau “tidak’
• lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah
• lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar), daripada musik
• seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata.

2. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial
Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
• Sering berbicara sendiri
• ketika sedang bekerja mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
• lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca
• jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras dapat mengulangi atau menirukan nada, irama, dan warna suara
• mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita
• berbicara dalam irama yang terpola dengan baik
• Berbicara dengan sangat fasih
• lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya
• belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat
• senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar
• mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi
• lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya
• lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik

3. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
• Berbicara dengan perlahan
• menanggapi perhatian fisik
• menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian
• berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain,
• banyak gerak fisik
• memiliki perkembangan otot yang baik
• belajar melalui praktek langsung atau manipulasi
• menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung
• menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca
• ketika sedang baca banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal)
• tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama
• sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut
• menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
• pada umumnya tulisannya jelek
• menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik)
• ingin melakukan segala sesuatu

Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar apa yang paling menonjol dari diri seseorang maka orangtua atau individu yang bersangkutan (yang sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang karakter cara belajar dirinya) diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam memilih metode belajar yang sesuai.

Bagi para remaja yang mengalami kesulitan belajar, cobalah untuk mulai merenungkan dan mengingat-ingat kembali apa karakteristik belajar anda yang paling efektif.
Setelah itu cobalah untuk membuat rencana atau persiapan yang merupakan kiat belajar Anda sehingga dapat mendukung agar kemampuan tersebut dapat terus dikembangkan. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memanfaat berbagai media pendidikan seperti tape recorder, video, gambar, blog dll.
Yang manakah tipe Anda?
»» Selengkapnya

01 April 2009

KKG Guru Kelas III di SDN Sarang Burung

Sepanjang perjalanan dari sekolah menuju acara Kelompok Kerja Guru Kelas III tingkat SD/MI di SDN Sarang Burung Kecamatan Danau Panggang saya melihat awan keperakan menggantung di langit. Di arah utara, awan hitam berarak pelan. Barangkali mau turun hujan lagi. Semilir angin sejuk menemani perjalanan.

Bersama saya, beriringan Pak Khairil Anwar, seorang Fasilitator Pendidikan untuk Proyek Pilot Pendidikan yang bersasaran daerah tertinggal seperti Kecamatan Danau Panggang. Kami sama-sama mengendarai sepeda motor.

“Kita harus lewat jalan memutar, Pak.” Serunya dari arah belakang saya. “Tidak bisa lewat tanggul. Tanahnya becek dan lengket. Sepeda motor bisa amblas di jalan itu.”

Memang, hujan lebat yang turun tadi malam membuat jalan tanggul menuju Desa Sarang Burung yang panjangnya beberapa kilometer itu menjadi becek dan lengket. Saya sendiri sebenarnya belum pernah lewat jalan tanggul. Ini adalah pengalaman pertama kali ke Desa Sarang Burung.

Desa Sarang Burung seperti beberapa desa terpencil lainnya di Danau Panggang, seringkali berada di tengah-tengah rawa. Penduduknya kebanyakan bermatapencaharian sebagai nelayan air tawar. Jumlah penduduknya juga tidak banyak. Sarang Burung boleh jadi merupakan desa pemekaran dari Desa Telaga Mas, yang letaknya agak lebih dekat ke jalan aspal.

KKG guru kelas III tingkat SD/MI selalu menantang. Sebulan yang lalu saya menjadi narasumber di SDN Longkong. Sekolah ini tak jauh beda dengan SDN Sarang Burung, juga terletak di tengah-tengah rawa. Pengalaman yang tak mungkin terlupa saat itu adalah: saya salah mengambil arah waktu mau pulang. Bukannya menuju jalan besar dan keluar dari Desa Longkong, malahan saya mengarahkan sepeda motor menuju ujung desa yang menurut para penduduk akan menuju Desa Manarap. Ada-ada saja.

“Lalu kita lewat mana, Ril?” Saya memang biasa langsung menyebut nama kepada Pak Khairil Anwar. Saya menanggalkan kata ‘Pak’ di depan namanya. Dia lebih senang dipanggil begitu. Mungkin karena umurnya jauh lebih muda dari saya. Beda sepuluh tahunan.

“Lewat Desa Telaga Mas.”

“Jadi kita lewat titian panjang?” tanya saya lagi.

Khairil mengangguk. Saya tersenyum kecut.

Asal tahu saja, Desa Telaga Mas dihubungkan dari jalan aspal Alabio-Danau Panggang oleh titian dari kayu ulin yang kondisinya rusak parah. Banyak kayu-kayunya yang telah patah. Khairil sendiri, pernah tercebur bersama sepeda motornya. Walhasil, laptopnya rusak dan hpnya hilang. Terjun bebas ke air rawa yang kedalamannya berkisar dari sedada orang dewasa hingga 2 meteran. Peristiwa itu terjadi sekitar setahun yang silam. Belum lagi masalah mengangkat sepeda motor dari dalam rawa, perlu tenaga beberapa orang penduduk dan peralatan seperti tali atau katrol.

Akhirnya kamipun tiba di depan titian panjang dari kayu ulin selebar 160cm. Tanpa pagar. Saya meminta Khairil yang duluan di depan, soalnya dia lebih sering lewat sini. Saya sendiri, beberapa kali pernah lewat di titian ini. Alhamdulillah belum pernah jatuh. Cuma ya itu, sering nahan napas dan jantung jadi deg-degan. Bikin gugup.

Khairil melaju. Namun, hanya beberapa saat saja segera melambat karena banyaknya bagian titian yang rusak. Bahkan saya yang di belakangnya harus ekstra hati-hati. Bagaimana tidak. Titian itu benar-benar bikin spot jantung. Beberapa kali saya turun dari sepeda motor membetulkan letak papan-papan yang hampir jatuh karena lepas tercabut pakunya. Lihat saja contohnya di foto berikut. Mata saya hanya tertuju pada papan-papan lantai titian itu. Bolong dan patah di mana-mana. Kadang-kadang ban sepeda motor hanya berjalan di atas gelagar (kayu balok ukuran 5cm x 5cm) penyangga papan. Papan-papannya sendiri telah patah dan lepas. Perjalanan menjadi terasa lama sekali.

Ternyata yang takut-takut melintasi titian itu tak cuma saya. Beberapa ratus meter di depan, saya melihat iring-iringan para guru kelas III peserta KKG. Ibu-ibu guru terpaksa menuntun sepeda motor. Beberapa yang berboncengan juga harus turun. Perjuangan yang luar biasa untuk sebuah kegiatan KKG? Saya pernah mempertanyakan kepada mereka mengapa KKG kadang-kadang diadakan di tempat yang sulit dijangkau. Jawab mereka, “Agar ada pergantian tempat saja. Guru-guru lain biar tau bagaimana kondisi sekolah-sekolah yang terpencil. Biar sekolah-sekolah yang terpencil itu juga mendapat kesempatan didatangi pihak-pihak terkait semacam pengawas, atau orang-orang Dinas Pendidikan.”

Setelah melewati Desa Telaga Mas, kamipun akhirnya memasuki Desa Sarang Burung. Sebuah desa di atas air. Rumah-rumah panggung berjejer di kanan kiri titian. Anak-anak usia sekolah yang tak bersekolah bermain-main di beranda rumah. Rupanya banyak anak yang putus sekolah atau barangkali memang tak pernah sekolah. Penasaran apakah mereka murid kelas I dan II yang sudah pulang sekolah? Saya tengok jam di hp dalam saku celana, saat itu masih jam sembilan pagi. Saya coba berpikir positif, anak-anak itu tentu anak-anak kelas I dan II yang dipulangkan lebih awal karena ruang kelas mereka dipakai untuk kegiatan KKG nanti.

Sekolah yang dituju akhirnya terlihat juga di depan mata saya. Ada banyak anak-anak berseragam merah putih. Beberapa guru peserta KKG berbincang-bincang dan hamparan enceng gondok di tengah-tengah halaman sekolah yang berbentuk huruf U.

Setelah menunggu beberapa peserta lain akhirnya acara KKGpun dilaksanakan. Semua berjalan lancar seperti yang diharapkan, kecuali para petugas konsumsi yang terjebak di jalan tanggul yang becek dan lengket. Oleh sebab itu, acara makan siang setelah KKG selesai sedikit agak tertunda.

Ditulis oleh Suhadi, seorang guru IPA SMP di suatu pelosok Kalimantan Selatan, yaitu SMP Negeri 4 Danau Panggang, pada 20 Maret 2009.
»» Selengkapnya

24 Maret 2009

Mengubah Cara Bukan Isi

Akan tiba saatnya sekolah tidak lagi terkungkung pada empat tembok yang membatasi. Tapi akan meluas dan melewati batas yang ada sekarang. Banyak sekali tipe kurikulum yang sudah dirancang dan diluncurkan namun sedikit banyak siswa-siswi kita sekarang bukan lah menjadi pengguna atau sasaran yang tepat dari kurikulum-kurikulum tersebut.

Siswa dan siswi kita sekarang tumbuh dalam dunia pertumbuhan dunia digital yang sangat cepat. Ada yang mengatakan perbandingannya 1:7 artinya satu tahun didunia nyata sama dengan 7 tahun di dunia digital. Sebuah percepatan yang luar biasa. Apa mau dikata siswa dan siswi kita berpikir dan berbicara dalam bahasa yang berbeda dengan kita. Mereka adalah pemilik dan penduduk asli dunia digital.


Digital Natives

Siapakah mereka? Mereka adalah individu yang lahir antara tahun 1990 sampai sekarang. Menurut Marc Prensky mereka adalah yang menghabiskan hidupnya dengan berbicara dan mengirim pesan lewat telepon genggam, mendengarkan musik, menggunakan pemutar music digital. Bermain video games atau mengobrol lewat internet sampai berjam-jam. Singkat kata hidup mereka dikelilingi oleh alat-alat digital (gadget).

Jika Anda mengajar mereka jangan bayangkan suasana kelas yang tenang dan senyap, yang terjadi terkadang mereka terdengar gaduh dikarenakan biasa berkolaborasi satu sama lain, serta melakukan segalanya saat bersamaan (multitasking).


Digital Immigrants

Mereka adalah individu yang lahir antara tahun 1960 sampa 1980. Analogi gambar sebuah kamera digital akan menjelaskan fenomena tipe penduduk ini di dunia digital.
Digital Immigrants akan mengatakan bahwa kamera digital adalah kamera digital, karena pernah mengenal kamera yang belum menjadi digital, ingat kamera yang menggunakan roll film yang kemudian dicetak dan memakan waktu untuk melihat karena harus menunggu beberapa lama. Sementara kaum digital natives akan mengatakan kamera digital adalah kamera tanpa embel-embel digital, dikarenakan saat mereka lahir yang ada hanyalah kamera jenis tersebut.

Terkadang perbedaan jurang antara dua generasi ini kerap menimbulkan masalah, padahal siswa-siswi kita yang nota bene adalah digital natives akan senang sekali jika kita (digital immigrants alias guru dan orang dewasa yang ada di sekitar mereka) menunjukkan minat pada hal-hal yang berbau digital dan bisa menjadi pegangan dan tempat mereka bercerita dan berbagi mengenai pengalaman mereka sehari-hari di dunia digital.

Sebab apakah kita tidak merasa iba jika mereka yang harus belajar dengan gaya ‘lama’ (tanpa teknologi) ingat metode chalk and talk sementara tantangan buat mereka di masa depan akan jauh lebih berat dari yang kita hadapi sekarang. Ingat pendidikan adalah membekali siswa kita ke masa depan dengan cara yang juga ‘baru’ tentu. Contoh nyata yang mungkin bisa kita lihat sekarang adalah banyaknya bidang pekerjaan yang kemudian hilang tapi juga kemudian banyak muncul ragam profesi yang dahulu bahkan belum pernah ada.

Banyak cara menuju keseimbangan antara dua generasi ini, dan bukannya tidak mungkin harmonisasi ini akan melahirkan generasi yang cakap teknologi sekaligus mempunyai kemampuan beretika yang matang dan dibutuhkan dalam kehidupan sebenarnya di masa depan. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa anda tempuh;

  1. Saat membelajarkan siswa gunakan keingintahuan mereka atas sebuah pengetahuan yang baru sebagai arah dalam pembelajaran. Kemudian lakukan pembuatan perencanaan pembelajaran yang memfasilitasi keingin tahuan tersebut, tentunya dalam batas kurikulum yang menjadi acuan anda.

  2. Buatlah proyek pembelajaran dimana setiap siswa bisa memberikan pendapat, pandangan bahkan masukan atas karya milik rekannya. Dengan demikian Anda melatih mereka untuk berkolaborasi. Sebuah hal yang sangat penting yang dibutuhkan di abad 21.

  3. Terapkan prinsip inovasi, kolaborasi, keberagaman, keterampilan dan kesadaran sebagai warga global saat menggunakan teknologi dalam memperkaya pembelajaran. Dijamin siswa akan senang melakukan beberapa peran sekaligus saat yang sama yaitu; sebagai pengarang atau pencipta produk pembelajaran mereka, menjadi mentor saat memberi masukan kepada rekannya, yang terakhir menjadi ahli dalam menjelaskan produk pembelajaran yang dihasilkannya.

  4. Silahkan memilih ‘alat’ atau tools untuk anda gunakan bersama siswa anda di kelas. Ada wiki, blog, youtube dan lain-lain


Jadi, mari tinggalkan cara lama agar siswa bisa terinspirasi dan merasa terikat dengan kelas pembelajaran yang kita lakukan. Beberapa hal yang kita bisa lakukan adalah; mencermati keberagaman siswa-siswi Anda dalam segala hal. Mencari terus dan berinovasi dalam ilmu pedagogi yang cocok untuk pembelajaran bagi digital natives.

Memilih tipe pengujian (assessment) mana yang cocok untuk siswa-siswi kita di jaman ini. Menyiapkan kurikulum anda disekolah, apakah sudah menyiapkan siswa untuk menghadapi abad 21 yang bertumpu pada subyek inti yang ada sekarang, keterampilan berpikir dan belajar bagaimana belajar, keterampilan teknologi dan keterampilan hidup.

Dengan demikian wahai para guru, mari mengubah cara bukan isi.

Ditulis oleh Agus Sampurno, guru Sekolah Global Jaya, Tangerang
»» Selengkapnya