24 Maret 2009

Mengubah Cara Bukan Isi

Akan tiba saatnya sekolah tidak lagi terkungkung pada empat tembok yang membatasi. Tapi akan meluas dan melewati batas yang ada sekarang. Banyak sekali tipe kurikulum yang sudah dirancang dan diluncurkan namun sedikit banyak siswa-siswi kita sekarang bukan lah menjadi pengguna atau sasaran yang tepat dari kurikulum-kurikulum tersebut.

Siswa dan siswi kita sekarang tumbuh dalam dunia pertumbuhan dunia digital yang sangat cepat. Ada yang mengatakan perbandingannya 1:7 artinya satu tahun didunia nyata sama dengan 7 tahun di dunia digital. Sebuah percepatan yang luar biasa. Apa mau dikata siswa dan siswi kita berpikir dan berbicara dalam bahasa yang berbeda dengan kita. Mereka adalah pemilik dan penduduk asli dunia digital.


Digital Natives

Siapakah mereka? Mereka adalah individu yang lahir antara tahun 1990 sampai sekarang. Menurut Marc Prensky mereka adalah yang menghabiskan hidupnya dengan berbicara dan mengirim pesan lewat telepon genggam, mendengarkan musik, menggunakan pemutar music digital. Bermain video games atau mengobrol lewat internet sampai berjam-jam. Singkat kata hidup mereka dikelilingi oleh alat-alat digital (gadget).

Jika Anda mengajar mereka jangan bayangkan suasana kelas yang tenang dan senyap, yang terjadi terkadang mereka terdengar gaduh dikarenakan biasa berkolaborasi satu sama lain, serta melakukan segalanya saat bersamaan (multitasking).


Digital Immigrants

Mereka adalah individu yang lahir antara tahun 1960 sampa 1980. Analogi gambar sebuah kamera digital akan menjelaskan fenomena tipe penduduk ini di dunia digital.
Digital Immigrants akan mengatakan bahwa kamera digital adalah kamera digital, karena pernah mengenal kamera yang belum menjadi digital, ingat kamera yang menggunakan roll film yang kemudian dicetak dan memakan waktu untuk melihat karena harus menunggu beberapa lama. Sementara kaum digital natives akan mengatakan kamera digital adalah kamera tanpa embel-embel digital, dikarenakan saat mereka lahir yang ada hanyalah kamera jenis tersebut.

Terkadang perbedaan jurang antara dua generasi ini kerap menimbulkan masalah, padahal siswa-siswi kita yang nota bene adalah digital natives akan senang sekali jika kita (digital immigrants alias guru dan orang dewasa yang ada di sekitar mereka) menunjukkan minat pada hal-hal yang berbau digital dan bisa menjadi pegangan dan tempat mereka bercerita dan berbagi mengenai pengalaman mereka sehari-hari di dunia digital.

Sebab apakah kita tidak merasa iba jika mereka yang harus belajar dengan gaya ‘lama’ (tanpa teknologi) ingat metode chalk and talk sementara tantangan buat mereka di masa depan akan jauh lebih berat dari yang kita hadapi sekarang. Ingat pendidikan adalah membekali siswa kita ke masa depan dengan cara yang juga ‘baru’ tentu. Contoh nyata yang mungkin bisa kita lihat sekarang adalah banyaknya bidang pekerjaan yang kemudian hilang tapi juga kemudian banyak muncul ragam profesi yang dahulu bahkan belum pernah ada.

Banyak cara menuju keseimbangan antara dua generasi ini, dan bukannya tidak mungkin harmonisasi ini akan melahirkan generasi yang cakap teknologi sekaligus mempunyai kemampuan beretika yang matang dan dibutuhkan dalam kehidupan sebenarnya di masa depan. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa anda tempuh;

  1. Saat membelajarkan siswa gunakan keingintahuan mereka atas sebuah pengetahuan yang baru sebagai arah dalam pembelajaran. Kemudian lakukan pembuatan perencanaan pembelajaran yang memfasilitasi keingin tahuan tersebut, tentunya dalam batas kurikulum yang menjadi acuan anda.

  2. Buatlah proyek pembelajaran dimana setiap siswa bisa memberikan pendapat, pandangan bahkan masukan atas karya milik rekannya. Dengan demikian Anda melatih mereka untuk berkolaborasi. Sebuah hal yang sangat penting yang dibutuhkan di abad 21.

  3. Terapkan prinsip inovasi, kolaborasi, keberagaman, keterampilan dan kesadaran sebagai warga global saat menggunakan teknologi dalam memperkaya pembelajaran. Dijamin siswa akan senang melakukan beberapa peran sekaligus saat yang sama yaitu; sebagai pengarang atau pencipta produk pembelajaran mereka, menjadi mentor saat memberi masukan kepada rekannya, yang terakhir menjadi ahli dalam menjelaskan produk pembelajaran yang dihasilkannya.

  4. Silahkan memilih ‘alat’ atau tools untuk anda gunakan bersama siswa anda di kelas. Ada wiki, blog, youtube dan lain-lain


Jadi, mari tinggalkan cara lama agar siswa bisa terinspirasi dan merasa terikat dengan kelas pembelajaran yang kita lakukan. Beberapa hal yang kita bisa lakukan adalah; mencermati keberagaman siswa-siswi Anda dalam segala hal. Mencari terus dan berinovasi dalam ilmu pedagogi yang cocok untuk pembelajaran bagi digital natives.

Memilih tipe pengujian (assessment) mana yang cocok untuk siswa-siswi kita di jaman ini. Menyiapkan kurikulum anda disekolah, apakah sudah menyiapkan siswa untuk menghadapi abad 21 yang bertumpu pada subyek inti yang ada sekarang, keterampilan berpikir dan belajar bagaimana belajar, keterampilan teknologi dan keterampilan hidup.

Dengan demikian wahai para guru, mari mengubah cara bukan isi.

Ditulis oleh Agus Sampurno, guru Sekolah Global Jaya, Tangerang
»» Selengkapnya